Rabu, 22 Mei 2019

Gempa Lombok dan Kakak Langit di bedah perutnya.



Gempa di akhir juli 2018 masih membekas dan meninggalkan trauma untuk saya dan keluarga. Khususnya saya pribadi saat gempa besar itu meluluhlantahkan Lombok, saya sedang berada di rumah sakit merawat anak tercinta Kakak Langit rinjani pasca operasi usus.
Malam itu suami saya sedang turun ke lantai dasar untuk melaksanakan sholat isya berjamaah, beruntung saat itu banyak kerabat, tetangga dan sahabat sedang ramai membesuk anak kami. Mereka membawakan banyak mainan untuk mengibur Kakak Langit yang kemarin malam baru di bedah perutnya.



Awalnya saya tegar dan siap merawat kakak Langit yang kemungkinan besar akan di Kolostomi, sebuah lubang dari perut untuk mengeluarkan pesesnya. Ususnya menurut rotgen dan USG di 3 rumah sakit mengalami gangguan. Usus masuk ke usus, sehingga ia tidak pernah buang air besar 5 hari dan muntah terus menerus.
Sejujurnya saat 3 hari ia tidak BAB saya sudah membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan awal namun hasil usg saat itu belum jelas dan dokter spesialis hanya memberikan obat pencernaan.
Kekhawatiran saya memuncak saat malam jumat selepas isya Kakak Langit muntah, isi muntahannya bukan hanya sekedar makanan dan minuman tapi saya melihat sejeni cacing ikut keluar dalam keadaan sudah mati.
Tanpa menunggu besok, malam itu juga saya membawa cacing itu ke dokter spesialis anak menanyakan binatang apa yang keluar itu. Saya di minta membawa kakak Langit ke RS tempat beliau bekerja untuk di USG. 
Jumat pagi merupakan hari yang berat untuk kami. Dokter di USG menjelaskan dengan wajah menyesal karena usus anak kami masuk dan terbelit pada usus yang lain, sehingga harus segera di bedah agar, kemungkinan besar jika usus itu rusak harus di potong di buatkan lubang di perut sementara pengganti anus.

Saya sedih karena selama ini saya sangat menjaga pola makan anak anak kami. Tidak memberikan makanan sembarangan, ASI Ekslusif, ASI hingga 2 tahun tanpa sufor, mp Asi yang terencana sesuai kebutuhan Gizinya. Jujur sebagai Nakes saya merasa Gagal.

Melihat ini saja kami tidak tega


Ini harus cyto ya Bu, kata dokter di poli anak RS, saya sudah telpon dokter di RS rujukan siang ini langsung ke RS provinsi, sore ini Dokter spesialis bedah anak ada jadwal sehingga anaknya bisa segera tangani.
Saya bisa sedikit tegar, tapi suami saya, ia benar benar bingung lebih tepatnya sedih dengan keadaan jumat pagi itu. Tak menunggu lama lama kami menghabiskan jumat di RS provinsi beberpa Km dari rumah kami.
Benar benar hari yang melelahkan. Sebelum di pastikan untuk di bedah Kakak Langit di Rotgen lagi, dan hasilnya positif sama, usus anak kami harus di bedah.
Jadwal bedahnya selepas isya nanti.

ruang rawat inap kakak langit sebelum gempa itu datang


Suami saya yang paling tidak bisa menahan tangisnya. Jangankan untuk melihat anak kami di bedah, melihat langit di infuse saja tidak tega, dulu saat kakak Langit di Sunat ia tidak juga berani memegang, ia bersembunyi, setelah selesai baru kemudian ia muncul menggendong anak kami. Saya tau itu karena besarnya rasa sayangnya kepada anak kami, setidaknya saya bisa lebih berani dan tegar menghadapi itu semua.

Kakak Langit baru keluar ruang operasi


Qadarulloh, operasi anak kami berjalan lancar, ususnya masih bagus sehingga tidak perlu sampai dipotong atau di kolostomi. Ususnya hanya masuk ke usus lain, tak sampai setengah jam ususnya telah diperbaiki posisinya lalu perut ditutup kembali. Alhamdulillah lahaulawala quatalillabillah


Pasca operasi lalu gempa 7,6 scr itu datang. Kamar kami di lantai 2, malam yang mengerikan, suara gemuruh entah datang darimana, listrik mati, orang orang berhamburan, saya dengan sekuat tenaga menggendong Kakak Langit dari lantai 2 turun dengan berdesakan, saya lupa bahwa kami masih punya anak kedua Adik Lautan Biru yang malam itu juga ikut di rumah sakit. Saya sadar setelah di lantai dasar, saya menangis, berteriak mencari anak kedua kami. Ingin naik kembali ke lantai 2 tempat kami di rawat tidak bisa karena arus orang turun sangat padat. Suami saya telah menenumkan saya beberapa saat kemudian, ia yang mencari anak kedua kami, Alhamdulillah seorang sahabat yang malam itu menjenguk kami datang menggendong adik Lautan biru yang baru berumur 1 tahun.

kamar darurat malam gempa itu datang


Malam itu kami tidur di emperan koridor luar rumah sakit. Kami sepakat membuat tenda darurat dari tikar yang ada di tepi masjid yang beberapa sapu lantainya jatuh dan pecah. Berat sekali malam itu, saya tidak kuat menghadapi ujian bertubi-tubi, tapi suami saya tampak lebih tenang, ia memang selalu bisa di andalkan untuk hal hal seperti ini, kebiasan travelling dan bertualang semasa ia muda membuat ia tanggap terhadap hal seperti itu. Dengan cekatan ia membangun tenda darurat, menyiapkan tempat tidur bagi kami berempat. Ia pula yang menjelaskan kenapa mesti tidur tidak jauh dari masjid, selain masjid tempat ternyaman dan teraman, untuk mck dan sholat subuh nanti akan lebih mudah.

Keesokan paginya barulah kami mendapatkan informasi jelas tentang ribuan rumah hancur, paling parah di kabupaten Lombok utara sebab di sana pusat gempa. Keluarga kami di rumah Alhamdulillah baik baik saja. Rumah polindes kami menurut tetangga juga baik baik saja hanya gentingnya ada beberapa yang jatuh tapi tidak roboh dan tidak ada tembok yang retak.

salahsatu rumah yang hancur oleh gempa

Lahulawala quataillabilahh
Hasbunalloh wa nikmalwakil
Cukup Alloh tempat ku berlindung sebab Alloh sebaik baiknya pelindung.
Beberapa minggu gempa mengerikan itu masih juga datang, kami sekampung bahkan mungkin se Lombok tidur dalam tenda tenda darurat, terpal menjadi barang langka dan mahal, beruntung suami saya punya banyak sahabat di luar Lombok yang bersedia membantu mengirimkan tenda tempat tidur kami. Hamper 4 bulan kami tidur di dalam tenda dengan ras waswas dan cemas.
Hingga kini saat saya menulis ini sejujurnya trauma terhadap gempa itu masih ada, tempat tidur kami pindahkan ke dekat pintu agar sewaktu waktu gempa datang kami bisa segera keluar, sebab di awal ramadhan lalu gempa itu datang di siang hari saat kami istirahat.

Kematian memang hak bagi kehidupan. Dan tiap tiap mahluk yang bernyawa akan merasakan mati, cukuplah kita menyiapkan bekal untuk hidup setelah mati kita.
Semoga Alloh subhanahuatala selalu melindungi kita semua saudariku.

Dalam kesempatan ini tak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada semua dokter, perawat yang telah membantu kami selama di rumah sakit, sehingga kini kakak Langit bisa sembuh dan sehat walpaiat. Kepada semua kerabat dan sahabat yang juga membantu selama terjadinya gempa, jazakallohhukhairan katshira.