Gempa di akhir juli 2018 masih
membekas dan meninggalkan trauma untuk saya dan keluarga. Khususnya saya
pribadi saat gempa besar itu meluluhlantahkan Lombok, saya sedang berada di
rumah sakit merawat anak tercinta Kakak Langit rinjani pasca operasi usus.
Malam itu suami saya sedang turun ke
lantai dasar untuk melaksanakan sholat isya berjamaah, beruntung saat itu
banyak kerabat, tetangga dan sahabat sedang ramai membesuk anak kami. Mereka membawakan
banyak mainan untuk mengibur Kakak Langit yang kemarin malam baru di bedah
perutnya.
Awalnya saya tegar dan siap merawat
kakak Langit yang kemungkinan besar akan di Kolostomi, sebuah lubang dari perut
untuk mengeluarkan pesesnya. Ususnya menurut rotgen dan USG di 3 rumah sakit
mengalami gangguan. Usus masuk ke usus, sehingga ia tidak pernah buang air
besar 5 hari dan muntah terus menerus.
Sejujurnya saat 3 hari ia tidak BAB
saya sudah membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan awal namun hasil usg
saat itu belum jelas dan dokter spesialis hanya memberikan obat pencernaan.
Kekhawatiran saya memuncak saat
malam jumat selepas isya Kakak Langit muntah, isi muntahannya bukan hanya
sekedar makanan dan minuman tapi saya melihat sejeni cacing ikut keluar dalam
keadaan sudah mati.
Tanpa menunggu besok, malam itu juga
saya membawa cacing itu ke dokter spesialis anak menanyakan binatang apa yang
keluar itu. Saya di minta membawa kakak Langit ke RS tempat beliau bekerja
untuk di USG.
Jumat pagi merupakan hari yang berat
untuk kami. Dokter di USG menjelaskan dengan wajah menyesal karena usus anak
kami masuk dan terbelit pada usus yang lain, sehingga harus segera di bedah
agar, kemungkinan besar jika usus itu rusak harus di potong di buatkan lubang
di perut sementara pengganti anus.
Saya sedih karena selama ini saya
sangat menjaga pola makan anak anak kami. Tidak memberikan makanan sembarangan,
ASI Ekslusif, ASI hingga 2 tahun tanpa sufor, mp Asi yang terencana sesuai
kebutuhan Gizinya. Jujur sebagai Nakes saya merasa Gagal.
Ini harus cyto ya Bu, kata dokter di
poli anak RS, saya sudah telpon dokter di RS rujukan siang ini langsung ke RS
provinsi, sore ini Dokter spesialis bedah anak ada jadwal sehingga anaknya bisa
segera tangani.
Saya bisa sedikit tegar, tapi suami
saya, ia benar benar bingung lebih tepatnya sedih dengan keadaan jumat pagi
itu. Tak menunggu lama lama kami menghabiskan jumat di RS provinsi beberpa Km
dari rumah kami.
Benar benar hari yang melelahkan. Sebelum
di pastikan untuk di bedah Kakak Langit di Rotgen lagi, dan hasilnya positif
sama, usus anak kami harus di bedah.
Jadwal bedahnya selepas isya nanti.
Suami saya yang paling tidak bisa
menahan tangisnya. Jangankan untuk melihat anak kami di bedah, melihat langit
di infuse saja tidak tega, dulu saat kakak Langit di Sunat ia tidak juga berani
memegang, ia bersembunyi, setelah selesai baru kemudian ia muncul menggendong
anak kami. Saya tau itu karena besarnya rasa sayangnya kepada anak kami,
setidaknya saya bisa lebih berani dan tegar menghadapi itu semua.
Qadarulloh, operasi anak kami
berjalan lancar, ususnya masih bagus sehingga tidak perlu sampai dipotong atau
di kolostomi. Ususnya hanya masuk ke usus lain, tak sampai setengah jam ususnya
telah diperbaiki posisinya lalu perut ditutup kembali. Alhamdulillah lahaulawala
quatalillabillah
Pasca operasi lalu gempa 7,6 scr itu
datang. Kamar kami di lantai 2, malam yang mengerikan, suara gemuruh entah
datang darimana, listrik mati, orang orang berhamburan, saya dengan sekuat
tenaga menggendong Kakak Langit dari lantai 2 turun dengan berdesakan, saya
lupa bahwa kami masih punya anak kedua Adik Lautan Biru yang malam itu juga
ikut di rumah sakit. Saya sadar setelah di lantai dasar, saya menangis,
berteriak mencari anak kedua kami. Ingin naik kembali ke lantai 2 tempat kami
di rawat tidak bisa karena arus orang turun sangat padat. Suami saya telah
menenumkan saya beberapa saat kemudian, ia yang mencari anak kedua kami, Alhamdulillah
seorang sahabat yang malam itu menjenguk kami datang menggendong adik Lautan
biru yang baru berumur 1 tahun.
Malam itu kami tidur di emperan
koridor luar rumah sakit. Kami sepakat membuat tenda darurat dari tikar yang
ada di tepi masjid yang beberapa sapu lantainya jatuh dan pecah. Berat sekali
malam itu, saya tidak kuat menghadapi ujian bertubi-tubi, tapi suami saya
tampak lebih tenang, ia memang selalu bisa di andalkan untuk hal hal seperti
ini, kebiasan travelling dan bertualang semasa ia muda membuat ia tanggap
terhadap hal seperti itu. Dengan cekatan ia membangun tenda darurat, menyiapkan
tempat tidur bagi kami berempat. Ia pula yang menjelaskan kenapa mesti tidur
tidak jauh dari masjid, selain masjid tempat ternyaman dan teraman, untuk mck
dan sholat subuh nanti akan lebih mudah.
Keesokan paginya barulah kami
mendapatkan informasi jelas tentang ribuan rumah hancur, paling parah di
kabupaten Lombok utara sebab di sana pusat gempa. Keluarga kami di rumah Alhamdulillah
baik baik saja. Rumah polindes kami menurut tetangga juga baik baik saja hanya
gentingnya ada beberapa yang jatuh tapi tidak roboh dan tidak ada tembok yang
retak.
Lahulawala quataillabilahh
Hasbunalloh wa nikmalwakil
Cukup Alloh tempat ku berlindung sebab
Alloh sebaik baiknya pelindung.
Beberapa minggu gempa mengerikan itu
masih juga datang, kami sekampung bahkan mungkin se Lombok tidur dalam tenda
tenda darurat, terpal menjadi barang langka dan mahal, beruntung suami saya
punya banyak sahabat di luar Lombok yang bersedia membantu mengirimkan tenda
tempat tidur kami. Hamper 4 bulan kami tidur di dalam tenda dengan ras waswas
dan cemas.
Hingga kini saat saya menulis ini
sejujurnya trauma terhadap gempa itu masih ada, tempat tidur kami pindahkan ke
dekat pintu agar sewaktu waktu gempa datang kami bisa segera keluar, sebab di
awal ramadhan lalu gempa itu datang di siang hari saat kami istirahat.
Kematian memang hak bagi kehidupan. Dan
tiap tiap mahluk yang bernyawa akan merasakan mati, cukuplah kita menyiapkan
bekal untuk hidup setelah mati kita.
Semoga Alloh subhanahuatala selalu melindungi
kita semua saudariku.
Dalam kesempatan ini tak lupa saya
mengucapkan terimakasih kepada semua dokter, perawat yang telah membantu kami
selama di rumah sakit, sehingga kini kakak Langit bisa sembuh dan sehat
walpaiat. Kepada semua kerabat dan sahabat yang juga membantu selama terjadinya
gempa, jazakallohhukhairan katshira.